NonTon OnliNe

Image Hosted by PicturePush - Photo Sharing
Klik di Sini >>> FREE DOWNLOAD FILM / MOVIE <<< Klik di Sini
widgeo.net
Aplikasi DOWNLOAD di Blog ini di Dukung Oleh IDWS, SUBSCENE , ZIDDU ,SCRIBD dan LINKBUCKS.


Senin, 24 Mei 2010

Tiga Tugas Ilmuwan Memperingati Galungan


PEMUJAAN Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Tri Murti adalah untuk menuntun menguatkan daya spiritual manusia untuk menajamkan kecerdasan intelektualnya untuk mengarahkan kepekaan emosional agar berekspresi pada jalan dharma dalam menapaki dinamika kehidupan di bumi ini. Dinamika hidup yang normatif sesuatu yang sepatutnya dilindungi dan dipelihara dan meniadakan sesuatu yang sepatutnya ditiadakan. Melakukan upaya Tri Kona itu tidaklah mudah.

Karena itu manusia membutuhkan memuja Tuhan dalam aspeknya sebagai Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa untuk meningkatkan kekuatan moral dan mentalnya, agar proses utpati, sthiti dan pralina menjadi berjalan mulia. Karena itu manusia memuja Tuhan sebagai Sang Hyang Tri Murti agar tiga dinamika hidup yang ideal itu berproses sebaik-baiknya.

Hal itulah yang nampaknya menyebabkan adanya pernyataan Bhuwana Kosa VIII.25 sbb: Utpatti Bhagawan Brahma stithi Wisnuh tathewaca. Pralina Bhagawan Rudrah, trayastre lokya sranah. Maksud Sloka tersebut sbb: Tuhan sebagai Dewa Brahma sebagai pencipta (utpati), sebagai Dewa Wisnu menjadi pemelihara (stithi) dan sebagai Dewa Rudra sebagai pemralina. Tuhan dalam wujud tiga dewa itulah pelindung bumi.

Sloka Bhuwana Kosa tersebut menyatakan bahwa Tuhan Yang Mahaesa itu menjadi Dewa Tri Murti sebagai pelindung bumi. Hal ini memang merupakan kenyataan adanya suatu proses kehidupan yang utpati, sthiti dan pralina. Kalau proses itu tidak ada tentunya bumi ini aka penuh sesak dijejali oleh ciptaan atau sama sekali kosong. Kalau hanya ada utpati saja tentunya bumi ini akan penuh sesak. Demikian juga hanya ada sthiti saja, maka dunia hanya akan dihuni oleh satu ciptaan saja tak pernah bertambah. Selanjutnya kalau ada hanya pralina maka bumi inipun tidak ada. Bumi menjadi hidup terus karena ada proses utpati, sthiti dan pralina itu. Itulah wujud kemahakuasaan Tuhan melindungi bumi.

Berbagai aspek kehidupan seyogianya berdinamika berlandaskan konsep Tri Kona secara normatif. Artinya umat manusia mampu menciptakan, memelihara dan meniadakan sesuatu yang seyogianya tercipta, terpelihara dan sepatutnya ditiadakan.

Perayaan Galungan adalah ritual sakral untuk mengingatkan dan memotivasi para ilmuwan bersama umat bekerja sama untuk menciptakan (utpati), memelihara (sthiti) dan meniadakan (pralina), suatu yang seyogianya diciptakan, dipelihara/ dilindungi dan ditiadakan. Melakukan proses hidup utpati, sthiti, pralina di samping dengan tuntunan doa kepada Tuhan sebagai Tri Murti juga wajib dilakukan atas tuntunan para ilmuwan yang bersinergi untuk mencerahkan kehidupan (galang apadang) agar masyarakat dapat mengatasi berbagai kegelapan hidupnya (amriyakena sarwa byaparaning idep).

Mensinergikan ilmu pengetahuan suci (jnyana) untuk menegakan dharma itulah sesungguhnya tujuan hari raya Galungan dan Kuningan menurut Pustaka Sunarigama. Para ilmuwan dimotivasi oleh Galungan agar senantiasa menuntun umat melakukan tiga hal yaitu utpati, sthiti dan pralina.

Pada kenyataannya dalam kehidupan empiris prilaku dharma dan adharma berdinamika silih berganti menguasai alam pikiran manusia. Manusia yang dibangun dengan dua unsur yaitu unsur purusa dan unsur pradana yang disebut jiwa dan raga. Unsur purusa atau jiwa membawa empat macam kekuatan yang disebut Catur Citta. Empat kekuatan citta itu adalah dharma, jnyana, wairagya dan aiswarya.

Empat hal inilah menyebabkan manusia selalu berniat baik untuk berbuat berdasarkan dharma, ilmu pengetahuan suci (jnyana), ikhlas berkorban demi sesuatu yang mulia dan senantiasa berupaya meningkatkan kehidupan ini menjadi semakin baik, benar dan bahagia lahir batin sebagai dasar menuju tujuan hidup kembali pada Yang Mahakuasa.

Perayaan Galungan adalah salah satu kegiatan beragama Hindu untuk mengingatkan manusia agar senantiasa menguatkan gema catur citta menguasai diri manusia. Dengan kuatnya daya catur citta itu prilaku manusia senantiasa pada zaman dharma.

Gema kekuatan citta inilah yang seyogianya terus menerus diperjuangkan sepanjang hidup. Karena itu perayaan Galungan dilakukan berulang-ulang terus menerus setiap enam bulan wuku. Sayang gema kekuatan citta itu selalu dihadang oleh kekuatan predana yang disebut Panca Klesa. Lima kekuatan itu senantiasa mendorong manusia berbuat tidak baik melakukan adharma seperti awidya, asmita, raga, dwesa dan abhiniwesa. Awidya hidup terjebal tujuh kegelapan yang disebut Sapta Timira.

Asmita adalah hidup sombong dan egois mementingkan diri sendiri. Raga hidup hanya mengumbar hawa nafsu. Bahkan pikiran menjadi budaknya hawa nafsu. Dwesa hidup dikuasai oleh kebencian dan dendam. Abhiniwesa hidup yang dirundung oleh berbagai ketakutan karena rendahnya sradha bhakti pada Tuhan Yang Mahakuasa.

Kekuatan citta dan klesa inilah menimbulkan dua jenis manusia yaitu dewi sampad yaitu jenis manusia yang dikuasai oleh sifat-sifat kedewaan. Sedangkan asuri sampad adalah jenis manusia yang dikuasai oleh sifat-sifat keraksasaan. Dua jenis manusia itu dinyatakan dalam Bhagawad Gita XVI,4 dan 5. Kalau lebih banyak manusia yang dikuasai oleh Panca Klesa menghuni bumi ini maka kehidupan di bumi ini bagaikan kehidupan para raksasa dan bumi akan menjadi ajang penderitaan.

Tetapi kalau lebih banyak bumi ini dihuni oleh manusia yang dikuasai oleh catur citta maka bumi ini akan menjadi wadah kehidupan manusia yang baik dan hidup di bumi ini amat membahagiakan bagaikan di kahyangan para dewa. Setiap manusia normal pasti mendambakan kehidupan yang aman damai dan sejahtra bagaikan hidup di kahyangan para dewa.

Untuk itulah manusia senantiasa diingatkan untuk membangun hidup dengan mengembangkan kecendrungan dewi sampad. Dengan demikian dharma selalu tegak menjadi dasar penyelenggaraan hidup. Salah cara membangun manusia yang dewi sampad adalah dengan cara merayakan Galungan dan Kuningan. Karena dalam perayaan Galungan dan Kuningan itu terdapat nilai-nilai suci kehidupan universal yang terkemas dalam wujud budaya lokal yang sakral menurut Hindu.


0 komentar:

Posting Komentar

Komenmu Kritikku

Photobucket Photobucket Photobucket
 

Ez-Laptop

Easy Blog Trick

Pembayaran Per Klik

© 3 Columns Newspaper Copyright by RameRame.Com | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks