NonTon OnliNe

Image Hosted by PicturePush - Photo Sharing
Klik di Sini >>> FREE DOWNLOAD FILM / MOVIE <<< Klik di Sini
widgeo.net
Aplikasi DOWNLOAD di Blog ini di Dukung Oleh IDWS, SUBSCENE , ZIDDU ,SCRIBD dan LINKBUCKS.


Sejarah Perkembangan Agama Hindu di Bali

Kamis, 19 Agustus 2010
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Bali adalah tempat berkembangnya agama Hindu dan hampir seluruh masyarakatnya menjadi penganutnya. Agama Hindu di Bali mulai tumbuh dan berkembang sejak abad ke – 8, bersamaan dengan pertumbuhan agama Hindu di Jawa Tengah, Agama Hindu banyak pengaruhnya terhadap kebudayaan setempat, juga terhadap sistem pemerintah.
Ini karena agama Hindu adalah agama yang mempunyai usia terpanjang dan merupakan agama yang pertama dikenal oleh manusia. Pengaruh yang diberikannya mampu melahirkan kebudayaan yang sangat kompleks dibidang astronomi, ilmu pertanian, filsafat dan ilmu-ilmu lainnya. Karena luas dan terlalu mendetailnya jangkauan pemaparan dari agama Hindu, kadang-kadang sampai terasa sulit untuk dipahami.
Penampilan agama Hindu yang memberikan kebebasan cukup tinggi dalam melaksanakan upacaranya mengakibatkan banyak para ahli yang menuliskan tentang agama ini tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya ada dalam agama Hindu. Hal ini terutama ditunjukkan dalam penjelasan proses perkembangan Hindu di Bali.
Selain itu, pada dewasa ini masih banyak juga umat Hindu yang belum memahami bagaimana proses masuk berkembangnya Hindu di Bali yang sebenarnya. Oleh karena itu, dalam paper ini saya akan menjelaskan kapan dan dimana agama itu diwahyukan, uraian tentang proses perkembangannya di Indonesia dan di Bali, tokoh – tokoh yang berperan, dan bukti-bukti peninggalannya.

2. TUJUAN

Pada dasarnya tujuan pembuatan paper ini adalah :
1. Memenuhi penilaian mata kuliah Agama Hindu
2. Memberikan Informasi kepada pembaca mengenai proses masuknya Agama Hindu ke Indonesia
3. Memberikan Informasi kepada pembaca mengenai sejarah dan perkembangan Agama Hindu di Bali
4. Memberikan Informasi kepada pembaca mengenai hubungan antara Agama Hindu dengan budaya yang ada Bali.

3. RUANG LINGKUP MATERI

Materi dalam pembuatan paper ini tercakup pada :
1. Proses Masuknya Agama Hindu ke Indonesia
2. Sejarah dan Perkembangan Agama Hindu di Bali
3. Hubungan antara Agama Hindu dengan Budaya yang ada di Bali.
Ketiga hal diatas telah disesuaikan dengan Tema pembuatan paper yaitu, “Pekembangan Agama Hindu di Bali”.

4. METODE PENULISAN

Penulisan paper ini menggunakan metode kepustakaan dan metode browsing pada internet.















BAB II
PEMBAHASAN

1. MASUKNYA HINDU DI INDONESIA

Sejarah dan perkembangan agama Hindu di Bali tidak terlepas dengan perkembangan agama Hindu di Indonesia. Demikian pula perkembangan agama Hindu di Indonesia yang merupakan kelanjutan dari perkembangan agama Hindu di India. Masuknya agama Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang besar, misalnya berakhirnya jaman prasejarah Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan beragama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan juga munculnya kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah.
Berdasarkan bukti-bukti sejarah ,sejarah dan perkembangan agama Hindu di Indonesia telah tiba pada abad ke 4 Masehi, yang ditandai dengan penemuan peninggalan tujuh buah yupa di Kerajaan Kutai (Kalimantan Timur). Dari tujuh buah Yupa itu didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada waktu itu yang menyatakan bahwa : "Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan yadnya oleh Mulawarman". Keterangan yang lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan yadnya pada suatu tempat suci untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu disebut dengan "Vaprakeswara".
Disamping di Kutai (Kalimantan Timur), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan diketemukannya tujuh buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa. Dari prasasti-prasasti itu didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa "Raja Purnawarman adalah Raja Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu". Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan atribut Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut, maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa.
Selanjutnya, agama Hindu berkembang pula di Jawa Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti Tukmas di lereng gunung Merbabu. Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa dan bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai Mekar, diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi. Pernyataan lain juga disebutkan dalam prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta dan memakai huruf Pallawa. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 Caka (576 Masehi), dengan Candra Sengkala berbunyi: "Sruti indriya rasa", Isinya memuat tentang pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma sebagai Tri Murti. Adanya kelompok Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari abad ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada tahun 856 Masehi, merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah.
Disamping itu, agama Hindu berkembang juga di Jawa Timur, yang dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota Malang berbahasa sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Isinya memuat tentang pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada tahun 760 Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Veda, para Brahmana besar, para pendeta dan penduduk negeri. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan Kanjuruan. Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di daerah Malang sebagai peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa Timur.
Kemudian pada tahun 929-947 munculah Mpu Sendok dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri Isanottunggadewa, yang artinya raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa. Kemudian sebagai pengganti Mpu Sendok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya munculah Airlangga (yang memerintah kerajaan Sumedang tahun 1019-1042) yang juga adalah penganut Hindu yang setia.
Setelah dinasti Isana Wamsa, di Jawa Timur munculah kerajaan Kediri (tahun 1042-1222), sebagai pengemban agama Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak muncul karya sastra Hindu, misalnya Kitab Smaradahana, Kitab Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya dan kitab Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari (tahun 1222-1292). Pada jaman kerajaan Singosari ini didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi Singosari sebagai sebagai peninggalan kehinduan pada jaman kerajaan Singosari.
Pada akhir abad ke-13 berakhirlah masa Singosari dan muncul kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan besar meliputi seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan dan perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya candi Penataran, yaitu bangunan Suci Hindu terbesar di Jawa Timur disamping juga munculnya buku Negarakertagama.


2. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN AGAMA HINDU DI BALI

Di Bali sejarah dan perkembangan agama Hindu diduga mendapat pengaruh dari Jawa Tangah dan Jawa Timur. Masuknya agama Hindu di Bali diperkirakan sebelum abad ke-8 Masehi, karena pada abad ke-8 telah dijumpai fragmen-fragmen prasasti yang didapatkan di Pejeng berbahasa Sanskerta. Ditinjau dari segi bentuk hurufnya diduga sejaman dengan meterai tanah liat yang memuat mantra Buddha yang dikenal dengan “Ye te mantra”, yang diperkirakan berasal dari tahun 778 Masehi. Pada baris pertama dari dalam prasasti itu menyebutkan kata “Sivas.......ddh.......” yang oleh para ahli, terutama Dr. R. Goris menduga kata yang sudah haus itu kemungkinan ketika utuh berbunyi: “Siva Siddhanta”. Dengan demikian pada abad ke-8 , Paksa (Sampradaya atau Sekta) Siva Siddhanta telah berkembang di Bali. Sampai ditulisnya sebuah prasasti tentunya menunjukkan agama itu telah berkembang secara meluas dan mendalam diyakini oleh raja dan rakyat saat itu. Meluas dan mendalamnya ajaran agama dianut oleh raja dan rakyat tentunya melalui proses yang cukup panjang, oleh karena itu agama Hindu (sekta Siva Siddhanta) sudah masuk secara perlahan-lahan sebelum abad ke-8 Masehi.
Bukti lain yang merupakan awal penyebaran agama Hindu di Bali adalah ditemukannya arca Siva di pura Putra Bhatara Desa di desa Bedaulu, Gianyar. Arca tersebut merupakan satu tipe (style) dengan arca-arca Siva dari candi Dieng yang berasal dari abad ke-8 yang menurut Stutterheim tergolong berasal dari periode seni arca Hindu Bali.
Dalam prasasti Sukawana, Bangli yang memuat angka 882 Masehi, menyebutkan adanya tiga tokoh agama yaitu Bhiksu Sivaprajna, Bhiksu Siwa Nirmala dan Bhiksu Sivakangsita membangun pertapaan di Cintamani, menunjukkan kemungkinan telah terjadi sinkretisme antara Siva dan Buddha di Bali dan bila kita melihat akar perkembangannya kedua agama tersebut sesungguhnya berasal dari pohon yang sama, yakni agama Hindu. Berkembangnya dan terjadinya sinkretisme antara Sivaisme dan Buddhisme di Bali sebenarnya diduga lebih menampakkan diri pada masa pemerintahan raja besar Dharma Udayana Varmadeva, karena kedua agama tersebut menjadi agama negara.
Di samping itu secara tradisional disebutkan bahwa agama Hindu dikembangkan oleh seorang maharsi bernama Markandeya. Maharsi Markandeya datang ke pulau Bali dengan para pengikutnya membuka lahan pertanian . Daerah yang dituju pada mulanya adalah daerah di kaki gunung Agung, kemudian pindah menuju arah Barat dan tiba di desa Taro (Gianyar). Beliau menanam Panca Datu (lima jenis logam) di pura Agung Besakih, yang menurut Narendra Pandit Shastri (1957), maharsi Markandeya ini yang mengajarkan agama Siva di Bali dan mendirikan pura Wasuki (Besukihan) yang merupakan cikal bakal perkembangan pura Besakih saat ini.
Bersamaan dengan datangnya agama Hindu ke Bali, pada abad ke-8 juga dijumpai peninggalan-peninggalan yang menunjukkan masuknya agama Buddha Mahayana. Bukti masuknya agama Buddha Mahayana di Bali dapat diketahui dari stupika-stupika tanah liat yang tersebar di daerah Pejeng Selatan, Tatiapi dan Blahbatuh, Gianyar. Seluruh stupika di pura Penataran Sasih, Pejeng dapat diselamatakan dan dipindahkan ke Museum Bali. Sekitar abad ke-13 Masehi, di Bali berkembang pula sekta Bhairava dengan peninggalan berupa arca-arca Bhairava di pura Kebo Edan Pejeng. Sekta ini mungkin berkembang sebagai akibat adanya hubungan politis dengan kerajaan Singhasari (Singosari) di jawa Timur pada masa pemerintahan raja Kertanegara. Berdasarkan data sejarah tersebut, ternyata perkembangan awal kedatangan agama Hindu (Sivaisme) dan Buddha (Mahayana) hampir pada saat yang bersamaman dan bahkan akhirnya agama Buddha Mahayana ini luluh ke dalam agama Hindu seperti diwarisi di Bali saat ini.
Pada masa Bali Kuno merupakan masa tumbuh dan berkembangnya agama Hindu yang mencapai kejayaan pada abad ke-10 dengan ditandai oleh berkuasanya raja suami istri Dharma Udayana Varmadeva dan Gunapriyadharmapatni. Pada masa pemerintahan raja ini terjadi proses Jawanisasi di Bali, yakni prasasti-prasasti berbahasa Bali Kuno digantikan dengan bahasa Jawa Kuno dan susastra Hindu berbahasa Jawa Kuno dibawa dari Jawa dan dikembangkan di Bali. Masa Bali Kuno ini berakhir dengan pemerintahan raja Astasura-ratnabhumibanten yang ditundukkan oleh ekspedisi Majapahit dibawah pimpinan mahapatih Gajah Mada.
` Pada masa Bali Kuno ini (antara abad ke-10 sampai dengan ke-14) pertumbuhan agama Hindu demikian pesat. Pada masa pemerintahan raja Dharma Udayana, seorang pandita Hindu bernama Mpu Rajakerta menjabat Senapati I Kuturan (semacam perdana mentri) yang menata kehidupan keagamaan dengan baik dan terwarisi hingga kini. Saat itu sekta-sekta yang berkembang di Bali, yang menurut penelitian Dr. R.Goris (1926) jumlahnya 9 sekta, yang terdiri dari : Siva Siddhanta, Pasupata, Bhairava, Vaisnava, Bodha (Soghata), Brahmana, Rsi, Sora (Surya) dan Ganapatya. Sedangkan dalam beberapa lontar di Bali disebutkannya 6 sekta (disebut Sad Agama), yang terdiri dari Sambhu, Brahma, Indra, Bayu, Visnu dan Kala. Di antara seluruh sekta tersebut, rupanya yang sangat dominan dan mewarnai kehidupan agama Hindu di Bali adalah Siva Siddhanta dengan peninggalan beberapa buah lontar (teks) antara lain: Bhuvanakosa, Vrhaspatitattva, Tattvajnana, Sang Hyang Mahajnana, Catur Yuga, Vidhisastra dan lain-lain. Mudra dan Kutamantra yang dilaksanakan oleh para pandita Hindu di Bali dalam aktivitas ritual pelaksanaan Pujaparikrama bersumber pada ajaran Siva Siddhanta.
Pada saat Senapati I Kuturan dijabat oleh Mpu Rajakerta (kini lebih populer disebut dengan nama Mpu Kuturan) rupanya seluruh sekta tersebut dikristalisasikan dalam pemujaan kepada Tri Murti yang melandasi pembangunan Desa Krama (Pakraman) atau desa Adat di Bali hingga kini. Fragmen-fragmen peninggalan sekta-sekta lainnya masih dapat ditemukan baik berupa peninggalan purbakala, karya sastra dan aktivitas ritual.
Ketika Bali memasuki abad pertengahan (abad 14 sampai dengan 19 Masehi), di bawah hegemoni Majapahit, maka kehidupan dan tradisi Majapahit ditransfer ke Bali bahkan di dalam kitab Nagarakrtagama disebutkan “Bhumi Balya i sacara lawan bhumi Jawa”, yang menunjukkan bahwa pengaruh Majapahit demikian dominan di Bali. Pada masa pemerintahan raja besar Waturenggong (Dalem Batrurenggong) di Gelgel, seorang penasehat raja bernama Danghyang Nirartha (Dwijendra) sangat berperanan. Saat itu kehidupan agama diwarnai dengan perkembangan Siwaisme yang dominan, di samping diakui pula eksistensi Buddhisme (dengan tokohnya Danghyang Astapaka) dan Vaisnava (dengan tokohnya Mpu Mustika) yang hingga kini, walaupun disebut sebagai agama Hindu atau agama Hindu Dharma, unsur-unsur ketiga sekta tersebut masih dapat diamati.
Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan keagamaan sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul dengan adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja, Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya kanta tahun 1925 di Singaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Bali tahun 1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun 1949 di Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha tahun 1950 di Denpasar dan pada tanggal 23 Februari 1959 terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 November tahun 1961 umat Hindu berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan Ubud yang menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan umat Hindu. Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali , yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dijelaskan bahwa kehidupan agama Hindu di Bali sudah berkembang sejak lama dan karateristik Hindu Dharma yang universal sejak awalnya tetap dipertahankan dan diaplikasikan dalam kehidupan nyata yang dikenal di Bali dengan ajaran Tri Hita Karana, yakni hubungan yang harmoni dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan sesama dan dengan bumi serta lingkungannya.

3. HUBUNGAN PERKEMBANGAN AGAMA HINDU DENGAN BUDAYA DI BALI
Bila kita melihat bermacam-macam kebudayaan daerah yang terdapat di Indonesia, maka nampak jelas perbedaan antara budaya atau kebudayaan Bali dengan budaya dan kebudayaan daerah lainnya. Populernya Bali di seluruh penjuru dunia adalah karena kebudayaannya yang luhur dan indah itu, tentu pula di samping potensi alamnya tempat budaya Bali tumbuh dan berkembang. Bagi pengamat sepintas, sulit pula membedakan antara agama Hindu dan budaya Bali, oleh karena itu sering terjadi identifikasi bahwa agama Hindu sama dengan kebudayaan Bali. Kerancuan ini perlu dijelaskan, bahwa kedudukan agama Hindu dalam hubungannya dengan budaya Bali adalah merupakan jiwa dan nafas hidup dari budaya danm kebudayaan ini.
Agama Hindu dapat disebut sebagai isi, nafas dan dan jiwa dari budaya Bali sebagai ekspresi atau gerak aktivitasnya. Agama Hindu sesuai dengan sifat ajarannya senantiasa mendukung dan mengembangkan budaya setempat. Agama Hindu ibarat aliran sungai, kemana sungai mengalir, di sanalah lembah disuburkan. Budaya dapat pula dibandingkan sebagai wadah dan agama sebagai air. Warna dan bentuk wadah menentukan warna dan bentuk air di dalam wadah itu. Demikianlah hubungannya agama Hindu dengan budaya atau kebudayaan Bali. Perbedaan budaya tidak akan menimbulkan perbedaan dalam pengamalan ajaran agama oleh umatnya, karena agama Hindu di manapun dianut oleh pemeluknya, ajarannya selalu sama, universal dan bersifat abadi.
Dalam hubungannya dengan kebudayaan Bali, agama Hindu yang merupakan jiwa, inti atau fokus budaya itu memancar pada :
(1). Pandangan hidup masyarakat Bali
(2). Seni Budaya Bali
(3). Adat - Istiadat dan hukum adat yang merupakan pangejawantahan dari hukum Hindu dan
(4). Organisasi sosial kemasyarakatan tradisional seperti desa Adat, Subak dan lain-lain.
Jalinan dari berbagai aspek budaya diatas merupakan aspek budaya yang benafaskan ajaran Hindu. Aspek – aspek budaya inilah yang merupakan mosaik kebudayaan Bali dewasa ini.
Sarasamuscaya 260 menyatakan agar ajaran Weda ditradisikan. Proses mentradisikan ajaran Weda ini dinyatakan dengan istilah Wedabyasa. Maksudnya agar ajaran Weda itu diwujudkan menjadi tradisi atau kebiasaan hidup dalam masyarakat. Sarasamuscaya 275 menyatakan dengan istilah "mangabiasa dharmasadhana". Artinya mentradisikan pengamalan Dharma.

Dari pentradisian pengamalan Dharma atau inti ajaran Weda itulah akan terbentuk kebudayaan Weda atau kebudayaan Hindu dalam kehidupan empiris untuk Hindu. Weda sebagai sabda Tuhan yang supra empiris itu tentunya akan berbeda dalam kehidupan kebudayaan Hindu yang empiris. Artinya, idealisme Weda akan mengalami lebih dan kurang dalam realita kehidupan penganut Weda.
Dalam Manawa Dharmasastra VII.10 ada dinyatakan bahwa untuk mensukseskan pengamalan Dharma (agama Hindu), hendaknya diterapkan berdasarkan lima pertimbangan yakni Iksha (pandangan masyarakat penganut Weda), Sakti (kemampuan), Desa (aturan rokhani yang sudah ada), Kala (waktu) dan Tattwa (kebenaran Weda).

Maksud sloka Manawa Dharmasastra tersebut adalah memberikan konsep untuk mensukseskan tujuan Dharma (agama Hindu). Artinya, penerapan Dharma itu akan sukses jika diterapkan berdasarkan pertimbangan seperti yang dinyatakan dalam Sloka Manawa Dharmasastra. Penerapan Dharma agar sukses jika diterapkan sesuai dengan pandangan masyarakat (Iksha), kemampuan umat (Sakti), aturan rokhani yang sudah berlaku (Desa),dan disesuaikan dengan waktu (Kala).
Yang penting tidak bertentangan dengan kebenaran Weda itu sendiri (Tattwa). Ini artinya Tattwa kebenaran itu harus diterapkan dengan disesuaikan dengan Iksha, Sakti, Desa dan Kala. Tujuannya sebagai media mengkemas pengamalan Tattwa.

Demikianlah halnya dengan kebudayaan Bali sebagai wujud penerapan Tattwa agama Hindu yang didasarkan pada pertimbangan keberadaan Iksha, Sakti, Desa dan Kala-nya daerah Bali. Dengan kata lain, kebudayaan Bali itu sebagai badan wadagnya agama Hindu. Sedangkan Tattwa atau kebenaran Weda itu sebagai jiwanya agama Hindu di Bali.
IB Gunadha juga mengutarakan , seiring dengan perjalanan waktu, Hindu di Bali demikian juga Hindu di India sudah mengalami perubahan, terkait dengan dinamika masyarakatnya. ''Ibarat bola karet. Ke mana ia menggelinding, akan dibalut oleh hal-hal yang terdekat. Demikian juga Weda, ke mana ajaran ini berkembang ia akan dibalut pula oleh budaya setempat,'' kata dosen sejarah Faksas Unud ini.
Secara teoretis, manusia mengembangkan kebudayaan selalu terikat pada waktu dan ruang, sehingga dikenal dengan Hindu Bali -- esensinya Hindu tetapi kulitnya dibungkus budaya Bali, di Jawa ada Hindu Jawa. ''Ini yang mesti dipahami. Agama lahir bukan jatuh dari langit, tetapi melalui perkembangan sesuai dengan ruang dan waktu. Dengan demikian budaya Hindu di Bali sangat berbeda dengan Hindu di Jawa,'' ujar Guru Besar FS Unud ini.
Ketika agama Hindu berkembang di Majapahit, sesungguhnya pada saat yang bersamaan di Bali sudah berkembang pengaruh Hindu, terbukti ditemukan prasasti Blanjong dan stupika di Goa Gajah. Hal itu terjadi pada Dinasti Warmadewa. ''Tidak bisa memurnikan agama 100 persen, karena sudah bercampur dengan budaya dan adat-istiadat,'' kata Putra Agung seraya menambahkan, kita terima hal ini apa adanya dan lestarikan. Hal ini penting karena menyangkut identitas umat Hindu di Bali.
Di Bali karena kreasinya demikian tinggi, jadilah Hindu Bali yang marak dengan upakara. Di Jawa, karena terbatas kreativitasnya, lebih mengutamanakan pada jnana. Sedangkan Hindu di Kalimantan lebih pada wujud pembangkitan kekuatan magis. Di situ justru konsep Tantris dan Bairawa yang lebih menonjol. ''Tetapi terkadang mereka yang tidak paham dengan konsep ini, mengatakan itu bukan Hindu,'' katanya.
Ketika ada wacana kembali ke Weda (back to Weda) dan ke India, kata Gunadha, muncul pertanyaan mesti kembali ke mana? Di India sendiri, umat tetap pada sekte atau aliran-aliran itu. Weda memang diakui oleh penganut sekte-sekte itu, tetapi pelaksanaannya tergantung mazabnya sendiri-sendiri.
Di samping itu, berdasarkan sejarah, agama Hindu di India telah mengalami perkembangan berkali-kali. Sementara Hindu di Bali belum pernah mengalami perubahan. Kalau kembali ke India, India yang mana?
Sementara itu Prof. Dr. Yudha Triguna, M.S. mengatakan, back to Weda, sebuah sikap formalisme agama. Artinya, mereka menganggap apa yang dilakukan masyarakat Hindu Bali selama ini seolah-olah bukan sebuah cermin dari agama Weda. Padahal sesungguhnya agama Hindu Bali yang dilaksanakan masyarakat Bali jauh lebih tua daripada formalisme Weda itu sendiri. ''Dengan demikian, kita mestinya tak buru-buru mengatakan back to Weda. Karena sesungguhnya masyarakat Bali sudah melaksanakan intisari yang tersirat dalam Weda itu sendiri,'' ujar Guru Besar Unhi yang juga Direktur Program Magister Ilmu Agama dan Kebudayaan Unhi ini.
Sejarawan Prof. Dr. AA Putra Agung mengatakan, berdasarkan sejarah, Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan terjadi pada abad ke-4, dengan ditemukannya prasasti Kutai di Kalimantan. Namun, sebelum Hindu masuk ke Indonesia, sesungguhnya masyarakat sudah memiliki kepercayaan terhadap nenek moyang. Terbukti dari data prasejarah, ditemukan bekal kubur. Benda-benda itu dikubur bersamaan dengan mayat almarhum. Ini terkait dengan kepercayaan bahwa di alam lain masih ada kehidupan.
AA Putra Agung mengatakan, sesungguhnya manusia sangat tergantung dengan alam, dan percaya alam memiliki kekuatan. Terbukti, di sejumlah negara muncul kepercayaan terhadap alam. Misalnya di Mesir dan Jepang ada kepercayaan terhadap Dewa Matahari. Sementara dalam masyarakat Hindu sendiri dikenal Dewa Bayu (dewa angin), Dewa Wisnu (dewa air), Dewa Brahma (dewa api), Dewa Surya (dewa matahari), Dewa Baruna (dewa laut), dll.


4. TOKOH – TOKOH SUCI DALAM PERKEMBANGAN AGAMA HINDU DI BALI
Pada abad ke-8 beliau mendapat pencerahan di Gunung Di Hyang (sekarang Dieng, Jawa Timur) bahwa bangunan palinggih di Tolangkir (sekarang Besakih) harus ditanami panca datu yang terdiri dari unsur-unsur emas, perak, tembaga, besi, dan permata mirah. Setelah menetap di Taro, Tegal lalang - Gianyar, beliau memantapkan ajaran Siwa Sidhanta kepada para pengikutnya dalam bentuk ritual: Surya sewana, Bebali (Banten), dan Pecaruan. Karena semua ritual menggunakan banten atau bebali maka ketika itu agama ini dinamakan Agama Bali. Daerah tempat tinggal beliau dinamakan Bali.
Jadi yang bernama Bali mula-mula hanya daerah Taro saja, namun kemudian pulau ini dinamakan Bali karena penduduk di seluruh pulau melaksanakan ajaran Siwa Sidanta menurut petunjuk-petunjuk Danghyang Markandeya yang menggunakan bebali atau banten. Selain Besakih, beliau juga membangun pura-pura Sad Kahyangan lainnya yaitu : Batur, Sukawana, Batukaru, Andakasa, dan Lempuyang. Beliau juga mendapat pencerahan ketika Hyang Widhi berwujud sebagai sinar terang gemerlap yang menyerupai sinar matahari dan bulan. Oleh karena itu beliau menetapkan bahwa warna merah sebagai simbol matahari dan warna putih sebagai simbol bulan digunakan dalam hiasan di Pura antara lain berupa ider-ider, lelontek, dll. Selain itu beliau mengenalkan hari Tumpek Kandang untuk mohon keselamatan pada Hyang Widhi, digelari Rare Angon yang menciptakan darah, dan hari Tumpek Pengatag untuk menghormati Hyang Widhi, digelari Sanghyang Tumuwuh yang menciptakan getah.
2. MPU SANGKULPUTIH
Setelah Danghyang Markandeya moksah, Mpu Sangkulputih meneruskan dan melengkapi ritual bebali antara lain dengan membuat variasi dan dekorasi yang menarik untuk berbagai jenis banten dengan menambahkan unsur-unsur tetumbuhan lainnya seperti daun sirih, daun pisang, daun janur, buah-buahan: pisang, kelapa, dan biji-bijian: beras, injin, kacang komak. Bentuk banten yang diciptakan antara lain canang sari, canang tubugan, canang raka, daksina, peras, panyeneng, tehenan, segehan, lis, nasi panca warna, prayascita, durmenggala, pungu-pungu, beakala, ulap ngambe, dll. Banten dibuat menarik dan indah untuk menggugah rasa bhakti kepada Hyang Widhi agar timbul getaran-getaran spiritual. Di samping itu beliau mendidik para pengikutnya menjadi sulinggih dengan gelar Dukuh, Prawayah, dan Kabayan. Beliau juga pelopor pembuatan arca/pralingga dan patung-patung Dewa yang dibuat dari bahan batu, kayu, atau logam sebagai alat konsentrasi dalam pemujaan Hyang Widhi
Tak kurang pentingnya, beliau mengenalkan tata cara pelaksanan peringatan hari Piodalan di Pura Besakih dan pura-pura lainnya, ritual hari-hari raya : Galungan, Kuningan, Pagerwesi, Nyepi, dll. Jabatan resmi beliau adalah Sulinggih yang bertanggung jawab di Pura Besakih dan pura-pura lainnya yang telah didirikan oleh Danghyang Markandeya.
3. MPU KUTURAN
Pada abad ke-11 datanglah ke Bali seorang Brahmana dari Majapahit yang berperan sangat besar pada kemajuan Agama Hindu di Bali. Seperti disebutkan oleb R. Goris pada masa Bali Kuna berkembang suatu kehidupan keagamaan yang bersifat sektarian. Ada sembilan sekte yang pernah berkembang pada masa Bali Kuno antara lain sekte Pasupata, Bhairawa, Siwa Shidanta, Waisnawa, Bodha, Brahma, Resi, Sora dan Ganapatya. Diantara sekte-sekte tersebut Çiwa Sidhanta merupakan sekte yang sangat dominan (Ardhana 1989:56). Masing-masing sekte memuja Dewa-Dewa tertentu sebagai istadewatanya atau sebagai Dewa Utamanya dengan Nyasa (simbol) tertentu serta berkeyakinan bahwa istadewatalah yang paling utama sedangkan yang lainnya dianggap lebih rendah.Perbedaan-perbedaan itu akhirnya menimbulkan pertentangan antara satu sekte dengan sekte yang lainnya yang menyebabkan timbulnya ketegangan dan sengketa didalam tubuh masyarakat Bali Aga.
Inilah yang merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban di masyarakat yang membawa dampak negative pada hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat. Akibat yang bersifat negative ini bukan saja menimpa desa bersangkutan, tetapi meluas sampai pada pemerintahan kerajaan sehingga roda pemerintahan menjadi kurang lancar dan terganggu. Dalam kondisi seperti itu, Raja Gunaprya Dharmapatni/Udayana Warmadewa perlu mendatangkan rohaniawan dari Jawa Timur yang oleh Gunaprya Dharmapatni sudah dikenal sejak dahulu semasih beliau ada di Jawa Timur. Oleh karena itu Raja Gunaprya Dharmapatni/Udayana Warmadewa bersekepatan untuk mendatangkan 4 orang Brahmana bersaudara yaitu:a. Mpu Semeru, dari sekte Ciwa tiba di Bali pada hari jumat Kliwon, wuku Pujut, bertepatan dengan hari Purnamaning Kawolu, candra sengkala jadma siratmaya muka yaitu tahun caka 921 (999M) lalu berparhyangan di Besakih.b. Mpu Ghana, penganut aliran Gnanapatya tiba di Bali pada hari Senin Kliwon, wuku Kuningan tanggal 7 tahun caka 922 (1000M), lalu berparhyangan di Gelgelc.
Mpu Kuturan, pemeluk agama Budha dari aliran Mahayana tiba di Bali pada hari Rabu Kliwon wuku pahang, maduraksa (tanggal ping 6), candra sengkala agni suku babahan atau tahun caka 923 (1001M), selanjutnya berparhyangan di Cilayukti (Padang)d. Mpu Gnijaya, pemeluk Brahmaisme tiba di Bali pada hari Kamis Umanis, wuku Dungulan, bertepatan sasih kadasa, prati padha cukla (tanggal 1), candra sengkala mukaa dikwitangcu (tahun caka 928 atau 1006M) lalu berparhyangan di bukit Bisbis (Lempuyang)Sebenarnya keempat orang Brahmana ini di Jawa Timur bersaudara 5 orang yaitu adiknya yang bungsu bernama Mpu Bharadah ditinggalkan di Jawa Timur dengan berparhyangan di Lemahtulis, Pajarakan. Kelima orang Brahmana ini lazim disebut Panca Pandita atau “Panca Tirtha” karena beliau telah melaksanakan upacara “wijati” yaitu menjalankan dharma “Kabrahmanan”. Dalan suatu rapat majelis yang diadakan di Bata Anyar yang dihadiri oleh unsur tiga kekuatan pada saat itu, yaitu :o Dari pihak Budha Mahayana diwakili oleh Mpu Kuturan yang juga sebagai ketua sidango Dari pihak Ciwa diwakili oleh Mpu Semeruo Dari pihak 6 sekte yang pemukanya adalah orang Bali AgaDalam rapat majelis tersebut Mpu Kuturan membahas bagaimana menyederhanakan keagamaan di Bali, yg terdiri dari berbagai aliran.
Tatkala itu semua hadirin setuju untuk menegakkan paham Tri Murti (Brahma,Wisnu,Ciwa) untuk menjadi inti keagamaan di Bali dan yang layak dianggap sebagai perwujudan atau manifestasi dari Sang Hyang Widhi Wasa.Konsesus yang tercapai pada waktu itu menjadi keputusan pemerintah kerajaan, dimana ditetapkan bahwa semua aliran di Bali ditampung dalam satu wadah yang disebut “Ciwa Budha” sebagai persenyawaan Ciwa dan Budha.Semenjak itu penganut Ciwa Budha harus mendirikan tiga buah bangunan suci (pura) untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa dalam perwujudannya yang masing-masing bernama:ØPura Desa Bale Agung untuk memuja kemuliaan Brahma sebagai perwujudan dari Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan)ØPura Puseh untuk memuja kemulian Wisnu sebagai perwujudan dari Sang Hyang Widhi Wasa ØPura Dalem untuk memuja kemuliaan Bhatari Durga yaitu caktinya Bhatara Ciwa sebagai perwujudan dari Sang Hyang Widhi WasaKetiga pura tersebut disebut Pura “Kahyangan Tiga” yang menjadi lambang persatuan umat Ciwa Budha di Bali. Dalam Samuan Tiga juga dilahirkan suatu organisasi “Desa Pakraman” yang lebih dikenal sebagai “Desa Adat”.
Dan sejak saat itu berbagai perubahan diciptakan oleh Mpu Kuturan, baik dalam bidang politik, social, dan spiritual. Jika sebelum keempat Brahmana tersebut semua prasasti ditulis dengan menggunakan huruf Bali Kuna, maka sesudah itu mulai ditulis dengan bahasa Jawa Kuna (Kawi).
Akhirnya di bekas tempat rapat itu dibangun sebuah pura yang diberi nama Pura Samuan Tiga.Atas wahyu Hyang Widhi beliau mempunyai pemikiran-pemikiran cemerlang mengajak umat Hindu di Bali mengembangkan konsep Trimurti dalam wujud simbol palinggih Kemulan Rong Tiga di tiap perumahan, Pura Kahyangan Tiga di tiap Desa Adat, dan Pembangunan Pura-pura Kiduling Kreteg (Brahma), Batumadeg (Wisnu), dan Gelap (Siwa), serta Padma Tiga, di Besakih. Paham Trimurti adalah pemujaan manifestasi Hyang Widhi dalam posisi horizontal (pangider-ider).
4. MPU MANIK ANGKERAN
Setelah Mpu Sangkulputih moksah, tugas-tugas beliau diganti oleh Mpu Manik Angkeran. Beliau adalah Brahmana dari Majapahit putra Danghyang Siddimantra. Dengan maksud agar putranya ini tidak kembali ke Jawa dan untuk melindungi Bali dari pengaruh luar, maka tanah genting yang menghubungkan Jawa dan Bali diputus dengan memakai kekuatan bathin Danghyang Siddimantra. Tanah genting yang putus itu disebut segara rupek.
5. MPU JIWAYA
Beliau menyebarkan Agama Budha Mahayana aliran Tantri terutama kepada kaum bangsawan di zaman Dinasti Warmadewa (abad ke-9). Sisa-sisa ajaran itu kini dijumpai dalam bentuk kepercayaan kekuatan mistik yang berkaitan dengan keangkeran (tenget) dan pemasupati untuk kesaktian senjata-senjata alat perang, topeng, barong, dll.
6. DANGHYANG DWIJENDRA
Datang di Bali pada abad ke-14 ketika Kerajaan Bali Dwipa dipimpin oleh Dalem Waturenggong. Atas wahyu Hyang Widhi di Purancak, Jembrana, Beliau mempunyai pemikiran-pemikiran cemerlang bahwa di Bali perlu dikembangkan paham Tripurusa yakni pemujaan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Siwa, Sadha Siwa, dan Parama Siwa. Bentuk bangunan pemujaannya adalah Padmasari atau Padmasana. Jika konsep Trimurti dari Mpu Kuturan adalah pemujaan Hyang Widhi dalam kedudukan horizontal, maka konsep Tripurusa adalah pemujaan Hyang Widhi dalam kedudukan vertikal. Ketika itu Bali Dwipa mencapai jaman keemasan, karena semua bidang kehidupan rakyat ditata dengan baik. Hak dan kewajiban para bangsawan diatur, hukum dan peradilan adat/agama ditegakkan, prasasti-prasasti yang memuat silsilah leluhur tiap-tiap soroh/klan disusun. Awig-awig Desa Adat pekraman dibuat, organisasi subak ditumbuh-kembangkan dan kegiatan keagamaan ditingkatkan. Selain itu beliau juga mendorong penciptaan karya-karya sastra yang bermutu tinggi dalam bentuk tulisan lontar, kidung atau kekawin.
Karya sastra beliau yang terkenal antara lain : Sebun bangkung, Sara kusuma, Legarang, Mahisa langit, Dharma pitutur, Wilet Demung Sawit, Gagutuk menur, Brati Sesana, Siwa Sesana, Aji Pangukiran, dll. Beliau juga aktif mengunjungi rakyat di berbagai pedesaan untuk memberikan Dharma wacana. Saksi sejarah kegiatan ini adalah didirikannya Pura-Pura untuk memuja beliau di tempat mana beliau pernah bermukim membimbing umat misalnya :
1. Pura Purancak,
2. Pura Rambut siwi,
3. Pura Pakendungan,
4. Pura Hulu watu,
5. Pura Bukit Gong,
6. Pura Bukit Payung,
7. Pura Sakenan,
8. Pura Air Jeruk,
9. Pura Tugu,
10. Pura Tengkulak,
11. Pura Gowa Lawah,
12. Pura Ponjok Batu,
13. Pura Suranadi (Lombok),
14. Pura Pangajengan,
15. Pura Masceti,
16. Pura Peti Tenget,
17. PuraAmertasari,
18. Pura Melanting,
19. Pura Pulaki,
20. Pura Bukcabe,
21. Pura Dalem Gandamayu,
22. Pura Pucak Tedung, dll.
Ke-enam tokoh suci tersebut telah memberi ciri yang khas pada kehidupan beragama Hindu di Bali sehingga terwujudlah tattwa dan ritual yang khusus yang membedakan Hindu-Bali dengan Hindu di luar Bali.

5. PENINGGALAN DAN BANGUNAN AGAMA HINDU DI BALI
Di Bali banyak ditemukan pura. Sebelum gempa bumi tahun 1917 tercatat jumlah pura sebanyak 10.000 buah. Menurut karakternya, pura-pura itu dapat dikelompokkan menjadi :

PURA KELUARGA

Pura ini didirikan oleh sekelompok keluarga tertentu yang mempunyai hubungan darah sama (genealogis). Pada tiap-tiap rumah tangga terdapat pura keluarga yang disebut Sanggah atau Pemerajan. Bila keluarga itu bertambah besar dan meluas kemudian mereka mendirikan pura keluarga yang disebut Dadya, Paibon atau Panti. Sedangkan untuk menunjukkan bahwa mereka merupakan satu clan atau satu gotra dibuatkanlah sebuah pura yang disebut pura Kawitan. Yang disembah di pura keluarga ialah Tuhan Yang Maha Esa dan Dewapitara (ancestor).

PURA DESA

Pura ini terdapat pada masing-masing desa adat. Tiap-tiap desa adat di daerah Bali terdapat pura Puseh, Pura Desa, atau disebut Pura Bale Agung dan Pura Dalem. Ketiga buah pura itu disebut Kahyangan Tiga. Pada Pura Kahyangan Tiga ini yang disembah ialah Tuhan dalam wujud Trimurti yaitu Brahma, Wisnu dan Siwa.

PURA BERSIFAT UMUM

Yang dimaksud dengan pura yang bersifat umum ialah pura-pura yang disungsung oleh jagad dan merupakan tempat penyembahan inti bagi umat Hindu. Pada zaman kerajaan-kerajaan di Bali, khusunya sesudah zaman majapahit, rupa-rupanya masing-masing Kerajaan di daerah Bali membuat pura Sad Kahyangannya masing-masing meskipun masih menganggap Sad Kahyangan Jagad, tetap merupakan pura inti. Pura ini didirikan oleh orang-orang tertentu yang mempunyai kepentingan sama. Misalnya untuk kepentingan bersama dalam bidang pengairan, mereka mendirikan pura di sawah yang disebut pura subak atau Ulun Carik, Ulun Danu.
Pengelompokan pura diatas lebih mudah dipahami sejak zaman kerajaan Samplangan, Gelgel dan Klungkung atau setidak-tidaknya pada masa Bali Pertengahan abad 14-19. Sebaliknya pada masaBali kuna abad 8-14 keadaannya masih gelap.

Hal ini disebabkan antara lain :

1. Bahan-bahan bangunan suci itu dibuat dari bahan yang tidak tahan panas dan dingin seperti kayu, bambu dll. Sehingga hanya mampu bertahan dalam beberapa abad saja dan selanjutnya musnah dimakan waktu.

2. Keadaan geografis pulau Bali yang cukup labil sehingga sering terjadi gempa bumi seperti pernah terjadi tahun 1917.

3. Daerah pegunungan terletak di tengah-tengah pulau Bali, yang secara tidak langsung membelah pulau Bali menjadi bagian utara dan bagian selatan. Keadaan geografis ini secara kosmos mempunyai arti penting, dimana kaja (utara) menurut Bali utara sama dengan kelod (selatan) menurut Bali selatan sedangkan kaja (utara) menurut Bali selatan sama dengan delod (selatan) menurut Bali utara.

Dari pengelompokan pura yang disebut Kahyangan tiga (pura puseh, Pura Desa/Bale Agung dan Pura Dalem), mengingatkan kepada adanya candi sebagai bangunan pemujaan leluhur (uncestor) dan candi Penataran di Jawa Timur sebagai tempat melakukan upacara bersama, antara keluarga dan kerabat Sang Raja dengan rakyat. Yang disembah pada kedua macam bangunan suci itu ialah roh suci leluhur yang telah disucikan dan disebutb Bhatara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Pada waktu pemerintahan raja Anak Wungsu sering disebut tempat-tempat suci yang penting, antara lain ialah:

Bhatara ring Antakunjarapada

Nama ini tersebut didalam prasasti Dawan 1053 M yang menyinggung tentang karaman (desa) Lutungan. Mengenai nama bangunan suci Antakunjarapada Dr. Goris (1957 : 29) berpendapat bahwa yang dimaksud Gua Gajah karena kunjara berarti gajah.

Bhatara Mandul di Sukhawana

Disebut dalam prasasti Dausa 1061 M. Sekarang di Pura Tegeh Koripan (gunung Penulisan) masih terdapat sebuah arca batu bertulis huruf Kadiri kwadrat yang mirip dengan tulisan di komplek candi Gunung Kawi. Tulisan ini terdapat di bagian belakang arca. Pengamatan dengan seksama menunjukkan bahwa tulisan itu harus di baca Bhatari Mandul bukan Bhatara mandul. Dengan demikian timbul pertanyaan dimana arca yang menggambarkan suaminya Bhatara Mandul. Ataukah yang dimaksud dengan Bhatara didalam prasasti seharusnya dibaca Bhatari mandul yang masih ada hingga sekarang? Mengenai desa Sukhawana sampai sekarang masih tetap bernama demikian dan terletak tepat di bawah gunung Panulisan.

Bhatara Bukit Humintang

Seperti halnya dengan Bhatara Mandul nama Bhatara Bukit Humintang ini dapat kita jumpai di dalam prasasti Dausa tersebut diatas. Lokasi bangunannya belum jelas diketahui. Mungkin di sekitar Dausa dan Sukhawana.

Bhatara ing Air Kanakantaralaya

Disebut di dalam prasasti Bwahan 1077 M. Lokasinya belum jelas diketahui sebab desa yang bernama Bwah atau Bwahan terdapat di kabupaten Bangli, diselatan Danau Batur, di kabupaten Gianyar dan di kabupaten Tabanan.

Candi Gunung Kawi

Merupakan kompleks candi padas terletak di pinggir sungai Pakerisan atau disebelah selatan Tampaksiring. Pada masa pemerintahan raja Marakata kompleks itu dinamakan Sanghyang Katyagan ing pakerisan Mengaran Amarawati sebagai disebut dalam prasasti Tengkulak.

Selain tempat-tempat yang masih dapat diketahui dibawah ini akan disebutkan nama-nama tempat suci yang sering dihubungkan dengan tempat pemakaman seorang raja atau yang diduga tempat pemakaman baginda setelah diupacarakan, misalnya :

1. Raja Ugrasena, sang lumah ri Banu-madatu.
2. Gunapriyadharmmapatni (Mahendradatta) bhatari lumah i Burwan.
3. Raja Udayana, bhatara lumah i Banu-wka
4. Marakata, bhatara lumah ing Camara
5. Anak Wungsu, haji lumah ing Jalu
6. Jayapangus, bhatara lumah i Dharmahanar.
















BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN
 Keemasan masa Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan dan perkembangan Agama Hindu.
 Kehidupan agama Hindu di Bali sudah berkembang sejak lama dan karateristik Hindu Dharma yang universal sejak awalnya tetap dipertahankan dan diaplikasikan dalam kehidupan nyata yang dikenal di Bali dengan ajaran Tri Hita Karana, yakni hubungan yang harmoni dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan sesama dan dengan bumi serta lingkungannya.
 Agama Hindu Ibarat bola karet, ke mana ia menggelinding, akan dibalut oleh hal-hal yang terdekat. Demikian juga Weda, ke mana ajaran ini berkembang ia akan dibalut pula oleh budaya setempat.
 Perbedaan budaya tidak akan menimbulkan perbedaan dalam pengamalan ajaran agama oleh umatnya, karena agama Hindu di manapun dianut oleh pemeluknya, ajarannya selalu sama, universal dan bersifat abadi.
 Terdapat enam tokoh suci yang berperan penting dalam perkembangan agama Hindu di Bali.
 Banyaknya peninggalan-peninggalan dan bangunan agama Hindu telah menunjukan betapa pesatnya perkembangan agama Hindu di Bali.

2. USUL DAN SARAN
■ Agama Hindu di Bali harus tetap dilestarikan, karena Bali merupakan tempat penyebaran agama Hindu yang terakhir di Indonesia, dan juga karena Bali telah memberikan kesan yang khusus pada Indonesia terhadap pandangan dari luar.
■ Penerapan Dharma tidak boleh dilakukan bertentangan dengan isi Weda.
■ Kita sebagai generasi muda harus mampu mencontoh para tokoh-tokoh suci dalam menyebarkan dan melestarikan agama Hindu.


DAFTAR PUSTAKA

http://www.parisada.org/
http://www.the-az.com/
http://www.balipost.com/
http://www.balipost.co.id/
http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.com/
http://www.network54.com/
http://id.wikipedia.org/
http://mangeben.multiply.org/
http://tugassekolahonline.blogspot.com/
Ensiklopedia Nasional Indonesia. 1990, Jakarta; Cipta Adi Pustaka
Oka Punia Atmaja, I B. 1970. Pañca Úraddhà. Denpasar: Parisada Hindu Dharma Pusat.
Pendit, Nyoman S.1970. Bhagavadgìtà. Jakarta: Ditjen Bimas Hindu dan Buddha, Departemen Agama R.I.
Read Full 0 komentar

Peranan Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu warisan mantan presiden (almarhum) HM Soeharto dalam bidang pendidikan yang bertahan hingga kini adalah program Wajib Belajar (Wajar) Sembilan Tahun. Program yang dicanangkan pada 2 Mei 1984 itu mewajibkan setiap anak usia 7-12 tahun untuk mendapatkan pendidikan dasar 6 tahun. Sepuluh tahun kemudian, program wajar berhasil ditingkatkan menjadi 9 tahun, yang berarti anak Indonesia harus mengenyam pendidikan hingga tingkat sekolah menengah pertama (SMP).

Program pemerataan kesempatan bersekolah bagi anak-anak usia sekolah itu bertujuan untuk menaikkan angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM), yang diharapkan memberikan implikasi positif terhadap prestasi pembangunan pada masa pemerintah Orde Baru.

Meski program Wajar 9 Tahun tidak diikuti oleh kebijakan pembebasan biaya pendidikan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu, pemerintah waktu itu menyiasatinya lewat program beasiswa. Kemudian muncul program Gerakan Nasional-Orang Tua Asuh (GN-OTA). Program tersebut menawarkan konsep dukungan dan peran-serta masyarakat untuk penuntasan Wajar 9 Tahun.

Kemudian, untuk memperkuat pelaksanaan GN-OTA, diterbitkanlah Surat Keputusan Bersama Menteri Sosial, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Agama Nomor 34/HUK/1996, Nomor 88 Tahun 1996, Nomor 0129/U/1996, Nomor 195 Tahun 1996 tentang Bantuan terhadap Anak Kurang Mampu, Anak Cacat, dan Anak yang Bertempat Tinggal di Daerah Terpencil dalam rangka Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.

Program Wajib Belajar Sembilan Tahun merupakan satu-satunya program peningkatan pendidikan yang masih bertahan sejak 1984 sampai saat ini, meski telah beberapa kali kabinet dan presiden berganti. Kebijakan pendidikan di luar program wajib belajar pada pendidikan dasar terus mengalami evolusi sesuai jargon "ganti menteri berarti ganti kebijakan".

Selain itu, kebijakan bidang pendidikan lainnya di era Orde Baru yang wajib dilaksanakan, baik siswa maupun masyarakat, adalah penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang ditetapkan berdasarkan Tap MPR No II Tahun 1978 dalam bentuk 36 butir Pancasila.

Dengan tujuan mulia agar nilai-nilai Pancasila yang luhur itu dapat diresapi, kemudian diamalkan, maka setiap warga negara Indonesia harus mengikuti penataran P4. Dan di sekolah, setiap siswa baru harus mengikuti penataran P4 selama satu atau dua minggu.

Penulis sengaja memilih pokok bahasan ini karena penulis mengamati bahwa ada Hubungan yang cukup kuat antara Pancasila dengan Penyelenggaraan Program wajib belajar 9 tahun yang diadakan pemerintah di Indonesia. Ini dapat terlihat dari Logo Wajib Belajar 9 tahun, Isi Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ( SPN ) dan kebijakan di bidang pendidikan pada saat Orde Baru. Logo Wajib Belajar 9 Tahun yang berupa gambar sayap dengan rentangan 5 bulu yang melambangkan dasar pendidikan adalah Pancasila. Selain itu, dalam logo ini juga menjelaskan bahwa Dengan berdasarkan Pancasila siswa SLTP menimba ilmu pengetahuan melalui sumber belajar guna mencapai cita-cita”. Pokok isi dari UU No.20 tahun 2003 merupakan tuntutan pelaksanaan pembaharuan sistem pendidikan yang diharapkan mampu mendukung upaya mewujudkan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mampu menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menindaklanjuti tentang Undang-undang tersebut, maka pemerintah melakukan berbagai usaha dalam bidang pendidikan salah satunya adalah dengan membuat program penuntasan wajib belajar sembilan (9) tahun ini.

Sehingga berdasarkan latar belakang tersebut, kami selaku penulis akan membahas lebih lanjut Hubungan dan peranan butir- butir Pancasila dalam Program Wajib Belajar 9 Tahun di Indonesia.

1.2 Tujuan

Pembuatan makalah ini pada dasarnya bertujuan untuk :

1. Memenuhi penilaian dalam mata kuliah Pancasila

2. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai Hubungan dan Peranan Pancasila dalam Penyelenggaraan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Indonesia, baik bagi masyarakat umum maupun mahasiswa di Universitas Gunadarma.

3. Memberi

1.3 Ruang Lingkup

Materi yang kami bahas dalam makalah ini meliputi Peranan Pancasila dalam pembangunan Pendidikan di Indonesia yang dicanangkan dalam program wajib belajar 9tahun.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Amanat UUD 1945

1. Alinea IV Pembukaan UUD 1945

” Mencerdaskan kehidupan Bangsa ”.

2. Pasal 28B ayat 2

” Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi ”.

3. Pasal 28C ayat 2

” Setiap anak berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan hidupnya ”.

4. Pasal 31, ayat :

1. “ Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan “.

2. “ Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya “.

3. “ Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional “.

4. “ Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-jkurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah “.

5. “ Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan manusia “.

B. Amanat UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Pasal 9 ayat 1

“ Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya “.

BAB III

PEMBAHASAN

Pendidikan di Indonesia selama ini di cap terlalu mahal dan menguntungkan pihak atau masyarakat yang mampu atau masyarakat yang mempunyai kekayaan lebih sehingga mereka mampu menyekolahkan putra putrinya bahkan sampai ke luar negeri sekalipun untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan memadai, sebaliknya dengan warga miskin atau warga kurang mampu banyak yang kesulitan untuk menyekolahkan anaknya minimal memenuhi target pemerintah untuk program wajib belajar 9 tahun sampai lulus SMP atau lulus sekolah menengah tingkat pertama, para orang tua ini bahkan terpaksa menyuruh anaknya untuk bekerja dan putus sekolah untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

Kemudian pemerintah melakukan gebrakan melalui Menteri Pendidikan Nasional Professor Bambang Sudibyo dengan cara mencanangkan program sekolah gratis wajib belajar 9 tahun sampai lulus SMP khusus siswa yang sekolah di SD/SMP negeri kecuali sekolah yang sudah bertaraf internasional agar para anak-anak penerus bangsa ini tidak bodoh dan buta huruf dan juga agar pendidikan di Indonesia menjadi bertambah maju. Sehingga pelaksanaan wajib belajar 9 tahun dilaksanakan diberbagai penjuru kota di Negara ini.

Setelah semua masyarakat sepakat dengan konsep tentang wajar, maka tugas kita bisa bersama-sama untuk memajukan pendidikan. Pendidikan bukan hanya tanggungjawab guru atau sekolah, melainkan seluruh warga Negara terutama orang tua.

Pendidikan adalah investasi jangka panjang, pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Bagaimana agar program sekolah gratis bisa efektif dan tepat sasaran untuk anak-anak miskin dan kurang mampu agar mau mengikuti program sekolah gratis dan bagaimana bentuk atau cara-cara jitu pemerintah dan pihak sekolah agar orang tua murid mau melepas anak mereka untuk bersekolah kembali.

Setiap program yang dicanangkan oleh pemerintahan tentunya harus sesuai dengan peraturan yang berlaku di Negara ini, sudah pasti yaitu pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sehingga proses pelaksanaannya harus disesuaikan dengan pancasila.

Peranan Pancasila Dalam Pembangunan Pendidikan wajib belajar 9 tahun di Negara Indonesia :

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Berdasarkan filsafat pancasila bahwa pancasila sila ke-1 peranannya yaitu sebagai basis kemanusiaan/penjelmaan dari sila ke-2, 3, 4, dan 5. Yang memiliki makna ketuhanan yang berkemanusiaan yang membangun, memelihara dan mengembangkan persatuan Indonesia yang berkerakyatan dan berkeadailan.

Berdasarkan butir-butir pancasila sila ke-1 yaitu :

1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

2. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap tuhan yang maha esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

4. Membina kerukuan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

5. Agama dan kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.

6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing

7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

Penjelasan :

Pancasila sila pertama yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”

Peranan sila pertama dengan dunia pendidikan sangat erat kaitannya. Dalam kegiatan belajar-mengajar siswa akan diajarkan berbagai macam ilmu mulai dari penjaskes, Pkn (pancasila dan Kewarganegaraan), kesenian, biologi, fisika dan lainnya salah satunya agama. Dalam konteks sila pertama sehingga dalam sub judul ini akan dibahas mengenai hal-hal yang berbau agama, Kenapa sih agama? Karena kita ketahui bahwa pembahasan sekarang mengenai peranan sila ke-1 dengan dunia pendidikan.

Dalam pendidikan agama akan dibahas lebih dalam lagi mengenai ajaran agama tentunya sesuai dengan agama yang dianut oleh masing-masing siswa. Khazanah (inti pembelajaran) dari semua pelajaran agama baik itu islam, budha, Kristen, hindu atau agama lainnya intinya mengajarkan kepada umatnya untuk mengetahui keesaan Tuhan. Yang kemudian menjadi sub bab pelajaran diantaranya diajarkan tata cara menjalin hubungan baik terhadap Tuhan, hubungan dengan manusia yang lainnya, serta tata cara menjalin hubungan dengan makhluk lainnya (misalnya hewan, tumbuhan). Oleh sebab itu, ajaran mengenai akhlak itu sangat penting dalam menjalin hubungan baik dengan Tuhan dan makhluk lainnya. Sehingga ditegaskan bagi setiap warga Indonesia terutama bagi warga yang sudah berkeluarga itu mengharuskan untuk menyekolahkan anaknya. Karena sekolah sebagai salah satu sarana untuk pengembangan diri. Tetapi masih saja banyak warga Indonesia yang tidak menjalankan perintah ini dengan alasan tidak mampu dalam membiayai anaknya. Padahal berdasarkan agama orangtua wajib memberikan pendidikan agama yang berhubungan dengan akhirat ataupun pendidikan yang berhubungan dengan masalah duniawi. Pendidikan duniawi ataupun agama sangat penting karena jika pendidikan dunia itu berguna saat kita hidup didunia yang bertujuan untuk membantu kita dalam melangsungkan hidup kita memenuhi segala kebutuhan kita. Sedangkan pendidikan agama bahkan itu lebih penting karena ilmu agama adalah bekal kita untuk di akhirat nanti. Sehingga sangat erat kaitannya, oleh sebab itu keseimbangan antara pendidikan dunia maupun agama itu sangatlah berarti dalam kehidupan setiap manusia.Sehingga dengan tolak ukur bahwa pendidikan itu sangat penting bagi suatu bangsa maka pemerintahan melaksanakan sekolah gratis wajar 9 tahun.

Ditinjau dari :

1. Kemajuan perkembangan Negara

Negara Indonesia adalah Negara berkembang sehingga harus belajar banyak pengalaman dari Negara yang sudah maju seperti Amerika, Jepang, Rusia, Inggris dan Negara lainnya. Seperti yang kita ketahui bahwa Negara-negara tersebut memiliki kemajuan teknologi yang sudah sangat canggih. Hal tersebut tak luput dari sumber daya manusianya yang berkualitas. Sehingga peran pendidikan sangat penting karena sebagai sarana dalam mengembangkan potensi dari setiap warga Negara. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia mengadakan program wajib belajar 9 tahun bagi warganya, yang tentunya tujuan dari kegiatan ini yaitu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga dapat mengankat derajat bangsa Indonesia menjadi lebih tinggi.

Peran dari bidang pendidikan adalah menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas serta menjadikan siswanya memiliki akhlak yang baik. Karena seperti yang kita ketahui bahwa soft skill saat ini sangat diutamakan dalam dunia pekerjaan. Tentunya soft skill adalah tolak ukur utama yang mendukung akademis kita.

2. Kehidupan Masa Depan

Ilmu yang kita dapat dalam pendidikan (wajar 9 tahun) sangat bermanfaat dalam kehidupan kita di masa yang akan datang. Tentunya jika kita lulus dengan akademis yang bagus maka kita akan terpakai oleh perusahaan. Namun sekarang ini indikasi yang dinilai oleh setiap perusahaan adalah soft skill kita selanjutnya baru akademis. Dapat dianalogikan bahwa jika kita rajin maka kesuksesaan mudah untuk diraih dan sebaliknya jika kita malas maka kesuksesaan akan lebih susah untuk diraih.

Oleh sebab itu pendidikan sangat diharuskan sekali karena memberikan peranan yang sangat penting baik itu untuk diri sendiri, oang lain ataupun Negara. Untuk diri sendiri keuntungan yang didapat adalah ilmu, untuk orang lain kita bias mengajarkan ilmu yang kita ketahui kepada orang yang masih awam dan untuk Negara jika kita pintar maka kita akan mengangkat nama baik Negara kita di dunia internasional.

2. Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

Pendidikan memainkan peranan penting dalam pengembangan kemampuan dan pembentukan karakter yang menjadi landasan utama bagi terciptanya manusia Indonesia yang mampu hidup dalam zaman yang selalu berubah.

Sistem pendidikan nasional harus dapat memberi pendidikan dasar bagi setiap warga negara Republik Indonesia, agar masing-masing memperoleh sekurang-kurangnya pengetahuan dan kemampuan dasar, yang meliputi kemampuan membaca, menulis dan berhitung serta menggunakan bahasa Indonesia, yang diperlukan oleh setiap warga negara untuk dapat berperanserta dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Maka diharapkan Setiap warga negara mengetahui hak dan kewajiban pokoknya sebagai warga negara serta memiliki kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan diri sendiri, ikut serta dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat, dan memperkuat persatuan dan kesatuan serta upaya pembelaan negara. Pengetahuan dan kemampuan ini harus dapat diperoleh dari sistem pendidikan nasional. Hal ini dimaksudkan untuk memberi makna pada amanat Undang-Undang Dasar 1945, BAB XIII, Pasal 31 ayat (1) yang menyatakan, bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran".

Warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan pada tahap manapun dalam perjalanan hidupnya --pendidikan seumur hidup--, meskipun sebagai anggota masyarakat ia tidak diharapkan untuk terus-menerus belajar tanpa mengabdikan kemampuan yang diperolehnya untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan dapat diperoleh, baik melalui jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.

Sistem pendidikan nasional memberi kesempatan belajar yang seluas-luasnya kepada setiap warga negara, oleh karena itu dalam penerimaan seseorang sebagai peserta didik tidak dibenarkan adanya perbedaan atas dasar jenis kelamin, agama, ras, suku, latar belakang sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, kecuali apabila ada satuan atau kegiatan pendidikan yang memiliki kekhususan yang harus diindahkan.

Pembelajaran pancasila di sekolah dasar menjadi sangat penting, karena mengingat pancasila menrupakan jiwa dari seluruh rakyat Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa di dalam pancasila mengandung jiwa yang luhur, nilai-nilai yang luhur dan sarat dengan ajaran moralitas. Dengan adanya program pemerintah yaitu program wajub belajar 9 tahun dapat memberikan pengajaran tentang makna dan dasar-dasar Pancasila.

Pembelajaran di sekolah dapat memberikan informasi bagaimana melaksanakan kewajiban dan Hak-hak yang dimiliki sesuai dengan koridor yang seharusnya. Manusia itu dilahirkan mempunyai hak yang tidak dapat dirampas dan dihilangkan. Hak-hak itu harus dihormati oleh siapapun. Golongan manusia yang berkuasa tidaklah diperkenankan memaksakan kehendaknya yang bertentangan dengan hak seseorang.

Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan beradab mengandung beberapa pengertian pokok diantaranya:

1. Kemanusiaan

Kemanusiaan berasal dari kata amnesia, yang merupakan makhluk ciptaan tuhan Yang Maha Esa. Oleh Tuhan manusia di karunia jasmani dan rohani, yang keduanya merupakan satu kesatuan serasi, yang sering disebut pribadi manusia.

2. Adil

Adil mengandung arti obyektif atau sesuai dengan adanya, misalnya kita memberikan sesuatu kepada orang lain, karena memang sesuatu itu merupakan haknya. Jadi, kita tidak subyektif, tidak berat sebelah, tidak pilih kasih.

3. Beradab

Beradab berasal dari kata adab yang secara bebas berearti budaya. Dengan demikian beradab berarti berbudaya. Manusia yang beradab berarti manusia yang tingkah lakunya selalu dijiwai oleh nilai-nilai kebudayaan. Niali-niali budaya tidak lain ialah hal-hal yang luhur, yang dijunjung tinggi oleh manusia, yang karena luhurnya itu dijadikan pedoman, ukuran, atau tuntunan untuk diikuti. Kalau sesuai berarti baik, kalau tidak sesuai berarti tidak baik.

Pendidikan Pancasila di Pendidikan Dasar memiliki peranan yang sangat penting, karena merupakan proses awal dari pembentukan karakter manusia Indonesia, dan akan berlanjut sampai manusia itu menemui ajalnya. Pendidikan Dasar merupakan wadah yang pas untuk diajarkan pelajaran Pancasila sebagai langkah awal dalam rangka pembentukan karakter selanjutnya.

3. Sila Persatuan Indonesia

Nilai yang terkandung dalam sila Persatuan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan keempat sila lainnya karena seluruh sila merupakan suatu kesatuan yang bersifat sistematis. Sila Persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Kesatuan Yang Maha Esa dan Kemanusian Yang Adil dan Beradab serta mendasari dan dijiwai sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Persatuan dalam sila ketiga ini meliputi makna persatuan dan kesatuan dalam arti idiologis, ekonomi, politik, sosial budaya dan keamanan. Nilai persatuan ini dikembangakan dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia yang senasib. Nilai persatuan itu didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Perwujudan Persatuan Indonesia adalah manifestasi paham kebangsaan yang memberi tempat bagi keberagaman budaya atau etnis yang bukannya ditunjukkan untuk perpecahan namun semakin eratnya persatuan, solidaritas tinggi, serta rasa bangga

Kita ketahui bersama bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang sedang berkembang. Dibutuhkan sumber daya masyarakat yang bagus untuk membuat Indonesia menjadi semakin berkembang. Dibutuhkan pula persatuan yang erat antar sesama warganegara. Dengan adanya pendidikan maka dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan persatuan dengan pola pikir pancasila yang selalu diterapkan dilingkungan pendidikan.

Wajib belajar Sembilan tahun adalah salah satu program pemerintah yang memfasilitasi masyarakat atau warganegara yang kurang biaya agar tetap bisa bersekolah dan mendapat pengajaran yang layak. Semakin banyak anak- anak yang bersekolah dan bermasa depan cerah maka pola pikir mereka akan semakin berkembang untuk memajukan bangsa Indonesia serta meningkatnya persatuan diantara sesama.

Sila “Persatuan Indonesia” harus dijadikan sebagai dasar persatuan dikalangan intelektual dan harus selalu diterapkan dalam lingkungan pendidikan, terutama saat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang dicanangkan dalam program Wajib Belajar 9 Tahun.

4. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan

Wajib belajar 9 tahun yang merupakan salah satu program yang gencar di galangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS). Diwajibkan setiap warga Negara untuk bersekolah selama 9 tahun, pada jenjang pendidikan dasar yaitu dari tingkat kelas 1 sekolah dasar (SD) / Madrasah Diniyah (MI) hingga kelas 9 sekolah menengah pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTS).

Seperti kita ketahui bersama Pendidikan merupakan satu aspek penting untuk membangun bangsa. Hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam Program Pembangunan Nasional. Sumber daya manusia yang bermutu yang merupakan Produk Pendidikan dan merupakan kunci keberhasilan suatu Negara.

Mendiknas menargetkan wajib belajar 9 tahun kepada seluruh anak Indonesia, tanpa kecuali. Berdasarkan sila keempat Pancasila : Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan :

Semua kebijakasanaan pemerintah harus berdasarkan kebutuhan rakyat. Semua kebijaksanaan yang pemerintah buat harus berdasarkan kesepakatan rakyat (yang diwakili oleh wakil rakyat di parlemen).

Salah satu kebijaksanaan tersebut adalah Program Wajib Belajar 9 tahun yang telah diberlakukan pada tahun 2009. Banyak pendapat pro-kontra yang tersebar di tengah-tengah masyarakat luas.

Program Wajib Belajar 9 Tahun harus merupakan program bersama antara pemerintah, swasta dan lembaga-lembaga sosial serta masyarakat. Upaya-upaya untuk menggerakkan semua komponen bangsa melalui gerakan nasional dengan pendekatan budaya, sosial, agama, birokrasi, legal formal perlu dilakukan untuk menyadarkan mereka yang belum memahami pentingnya pendidikan dan menggalang partisipasi masyarakat untuk mensukseskan program nasional tersebut.

Pada dasarnya, tujuan utama dilaksanakannya gerakan nasional Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun adalah sebagai berikut:

  1. Mendorong anak-anak usia 13-15 agar masuk sekolah baik di SMP, MTs maupun pendidikan lainnya yang sederajat.
  2. Meningkatkan angka partisipasi anak untuk masuk sekolah SMP/MTs terutama di daerah yang jumlah anak tidak bersekolah SMP/MTs masih tinggi.
  3. Menurunkan angka putus sekolah SMP/MTs atau yang sederajat
  4. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam mensukses¬kan penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.
  5. Meningkatkan peran serta organisasi kemasyarakat¬an dalam mensukseskan gerakan nasional penun¬tasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.
  6. Meningkatkan peran, fungsi dan kapasitas pemerin¬tah pusat, pemerintah propinsi, kabupaten/kota dan kecamatan dalam penuntasan wajib belajar di daerah masing-masing.

Dan Sasaran gerakan nasional Program Wajib Belajar 9 Tahun ini adalah untuk :

  1. Anak usia SMP/MTs atau yang sederajat (13 – 15 tahun) yang belum belajar di SMP/MTs atau yang sederajat
  2. Anak kelas VI SD yang karena alasan ekonomi dikhawatirkan tidak dapat melanjutkan ke SMP/MTs atau yang sederajat
  3. Anak putus sekolah SMP/MTs atau yang sederajat

Jelas tertulis diatas bahwa Program Wajib Belajar ini ditujukan oleh seluruh anak Bangsa Indonesia untuk menjadi generasi penerus bangsa yang berpendidikan dan diharapkan jumlah anak putus sekolah (drop out) bisa diminimalisir dan salah satu strategi untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia.

Penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun adalah program nasional. Oleh karena itu, untuk mensukseskan program itu perlu kerjasama yang menyeluruh antara:

1. Pemerintah Pusat (Menko Kesra, Mendiknas, Mendagri, Menkeu, Menpan/Ketua Bappenas, Menag, Mensos, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perindustrian, Menakertrans, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Kominfo, Menneg Lingkungan Hidup, Menneg Pemberdayaan Perempuan, Menneg Pembangunan Daerah Tertinggal, Menneg Pemuda dan Olahraga, Menneg BUMN, Kepala Badan Pusat Statistik)

2. Pemerintah Propinsi (Dinas Pendidikan Propinsi)

3. Pemerintah Kabupaten/kota (Dinas Pendidikan Kabupaten/ kota)

4. Pemerintah Kecamatan (Kantor Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan)

5. Kelurahan

Di samping itu, masyarakat dan organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan, seperti Dharma Wanita, PKK, Bhayangkari, Dharma Pertiwi dan lainnya diharapkan tetap meningkatkan partisipasinya dalam Program Wajib Belajar 9 Tahun.

Sebagai masyarakat yang baik kita harus ikut berpartisipasi dan ikut serta dalam mendukung wajib belajar 9 tahun, karena program ini sangat baik untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab kita semua terhadap masa depan generasi penerus bangsa yang berkualitas serta upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

5. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Di era globalisasi ini, perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan semakin tidak dapat dikendalikan. Pendidikan menjadi hal terpenting yang harus diperhatikan oleh setiap orang tua, agar anak-anak mereka menjadi anak-anak yang mampu bersaing dengan lingkungan yang ada saat ini. Tapi terkadang masalah ekonomi menjadi hambatan bagi para orang tua untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Dalam hal ini, peran serta pemerintah sangat diperlukan.

Salah satu program pemerintah dalam meningkatkan pendidikan di Indonesia adalah dengan mengadakan program wajib belajar 9 tahun ( WAJAR 9 tahun ). Hal ini diharapkan dapat meningkatkan pendidikan di Indonesia. Selain itu, pemerintah pun memberikan bantuan-bantuan bagi dalam bidang pendidikan, seperti memberikan BOS ( Biaya Operasional Siswa ).

Hal ini diharapkan agar setiap warga negara Indonesia bisa mendapatkan pendidikan seperti yang tertera pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 sampai 5, yang berbunyi :

1. “ Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan “.

2. “ Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya “.

3. “ Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional “.

4. “ Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-jkurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah “.

5. “ Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan manusia “.

Adapun beberapa pengertian pokok dari sila ke-5 Pancasila, yang berbunyi “ Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia “, yaitu:

1. Keadilan

Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai suatu hal, baik itu menyangkut benda atau manusia. Bisa diartikan bahwa keadilan itu adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya.

2. Keadilan Sosial

Keadilan adalah sebuah konsep yang membuat para filsuf terkagum-kagum sejak Plato membantah filsuf muda, Thracynachus. Karena, Ia menyatakan bahwa keadilan adalah apapu yang ditentukan oleh si terkuat. Dalam Republik, Plato meresmikan bahwa suatu negara ideal akan bersandar pada 4 sifat baik, yaitu: kebijakan, keadilan, pantangan ( keprihatianan ), dan keberanian. Menambahkan kata sosial, untuk membedakan antara Keadilan Sosial dengan konsep Keadilan Hukum.

3. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Dalam sila ke-5 Pancasila terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan, yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat, bangsa dan negara, serta hubbungan manusia dengan Tuhannya.

Nilai-nilai tersebut haruslah merupakan suatu dasar yang harus diwujudkan dalam hidup bersama untuk mewujudkan tujuan kesejahteraan seluruh warganya dan wilayahnya, mencerdaskan seluruh warganya. Demikian pula nilai-nilai keadilan tersebut sebagai dasar pergaulan antarsesama bangsa di dunia.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan diwajibkannya Program WAJAR 9 tahun ini, semakin memperjelas mengenai peranan sila ke-5 Pancasila dalam mewujudkan salah satu tujuan negara, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan pendidikan secara layak dan adil untuk setiap warga Negara Indonesia.

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa pendidikan merupakan satu aspek penting untuk membangun bangsa. Hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam Program Pembangunan Nasional. Sumber daya manusia yang bermutu yang merupakan Produk Pendidikan dan merupakan kunci keberhasilan suatu Negara.

Oleh sebab itu pendidikan sangat diharuskan sekali karena memberikan peranan yang sangat penting baik itu untuk diri sendiri, oang lain ataupun Negara. Untuk diri sendiri keuntungan yang didapat adalah ilmu, untuk orang lain kita bias mengajarkan ilmu yang kita ketahui kepada orang yang masih awam dan untuk Negara jika kita pintar maka kita akan mengangkat nama baik Negara kita di dunia internasional.

Pancasila sebagai pedoman pelaksanaan pembaharuan sistem pendidikan memeiliki peranan yang sangat penting yaitu diharapkan mampu mendukung upaya mewujudkan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mampu menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Wajib Belajar Sembilan Tahun merupakan implementasi dari pancasila sebagai ideologi negara yang merupakan program bersama antara pemerintah, swasta dan lembaga-lembaga sosial serta masyarakat.
Penuntasan Wajib Belajar Sembilan Tahun adalah program nasional. Oleh karena itu, untuk mensukseskan program itu perlu kerjasama yang menyeluruh antara antara pemerintah, swasta dan lembaga-lembaga sosial serta masyarakat,karena program ini sangat baik untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab kita semua terhadap masa depan generasi penerus bangsa yang berkualitas serta upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

4.2 SARAN

Pendidikan memainkan peranan penting dalam pengembangan kemampuan dan pembentukan karakter yang menjadi landasan utama bagi terciptanya manusia Indonesia yang mampu hidup dalam zaman yang selalu berubah.

Oleh karena itu sistem pendidikan nasional harus dapat memberi pendidikan dasar bagi setiap warga negara Republik Indonesia, agar masing-masing memperoleh sekurang-kurangnya pengetahuan dan kemampuan dasar, yang meliputi kemampuan membaca, menulis dan berhitung serta menggunakan bahasa Indonesia, yang diperlukan oleh setiap warga negara untuk dapat berperanserta dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Program Wajib Belajar Sembilan Tahun merupakan program bersama antara pemerintah, swasta dan lembaga-lembaga sosial serta masyarakat. Dan sebagai upaya untuk menggerakkan semua komponen bangsa melalui gerakan nasional dengan pendekatan budaya, sosial, agama, birokrasi, legal maupun formal perlu dilakukan untuk menyadarkan mereka yang belum memahami pentingnya pendidikan dan menggalang partisipasi masyarakat untuk mensukseskan program nasional tersebut, dan untuk mensukseskan program itu perlu kerjasama yang menyeluruh antara antara pemerintah, swasta dan lembaga-lembaga sosial serta masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

www.wikipedia.com

www.google.com

Read Full 1 komentar
Photobucket Photobucket Photobucket
 

Ez-Laptop

Easy Blog Trick

Pembayaran Per Klik

© 3 Columns Newspaper Copyright by RameRame.Com | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks